Arsip Kategori: Fisika

Fisi vs Fusi

Presiden Joko Widodo dan DEN (Dewan Energi Nasional) dalam RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) menempatkan energi nuklir sebagai pilihan terakhir. Presiden tampaknya tidak mau grusa-grusu dan gegabah. Seperti pitutur (petuah) orang-orang tua dalam keluarga Jawa, “Aja nggégé mangsa“. Tetapi untuk berjaga-jaga, jangan-jangan kita akan terpaksa mengambil opsi terakhir itu, Presiden pun telah memerintahkan pembuatan peta jalan (road map) menuju ke “go nuclear“. Lalu apa? Baca selengkapnya di sini.

Iklan

Teknik Penginderaan Kompresif: Prinsip dan Aplikasinya

Teknologi dijital masa kini memberi banyak sekali imbas dan kemudahan bagi umat manusia. Imbas yang dimaksud di antaranya adalah bergesernya alat/media untuk menikmati produk dijital serta berbagai aplikasi baru untuk mengaksesnya, seperti MP3 player yang menggantikan pemutar kaset Walkman. Kemudahan dalam mengakses produk dijital sendiri bisa kita saksikan dan rasakan lewat kehadiran Youtube yang memungkinkan kita untuk mengakses jutaan konten secara gratis, dan layanan streaming TV/musik/film yang berbayar untuk mengakses konten premium, yang disadari atau tidak telah melahirkan kultur baru dalam mengakses konten.

Pertanyaan: pernahkah terbersit dalam benak anda bagaimana sebenarnya perbedaan teknologi analog dan dijital itu? Mengapa teknologi dijital secara luas kini menggantikan teknologi analog dan aspek mana yang menjadikan teknologi dijital superior dibandingkan teknologi analog? Sejauh mana teknologi dijital telah berkembang dan di mana saja aplikasinya? Jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebutlah yang akan dibedah dalam tulisan Bersains edisi September 2016 kali ini.

Mari kita simak tulisan dari tim yang terdiri atas Koredianto Usman, Indrarini D. Irawati, Andriyan B. Suksmono, dan Hendra Gunawan ini.

Nuklir Untuk Senjata

Iran, Israel, Amerika Serikat, dan Korea Utara punya persamaan: mereka saling berseteru soal nuklir. Lebih spesifiknya lagi, nuklir yang digunakan untuk senjata perang.

Iran dan Korea Utara telah mampu membuat rudal jarak jauh yang dipasang hulu-perang nuklir (nuclear warhead). Sementara Iran telah meningkatkan kemampuannya melalui pengayaan uranium dengan teknologi emparan (centrifuge), Korea Utara dengan pengayaan uranium di Nyonbyon maupun pembiakan plutonium-239 di fasilitas nuklir Yongbyon.

Tulisan Bersains edisi Juli 2016 kali ini tidak akan membahas kisruh nuklir antar 4 negara di atas. Membahas sains nuklir, itu  baru menarik. Apalagi menurut penulisnya, L. Wilardjo, Iran dan Korea Utara diduga belum menguasai teknologi pengayaan uranium dengan teralan tiga-tahap (three-stage excitation). Suatu teknologi nuklir yang (masih) sulit, walaupun prinsip ilmiahnya sudah diketahui.

Baca selengkapnya di sini. Tak lupa pula, anda akan mendapatkan sejarah mengenai asal mula ‘atom untuk perang’ di tulisan ini. Selamat menikmati!

Reaktor Termal

Listrik yang kita gunakan setiap hari tidak datang begitu saja. Sebelum didistribusikan ke pengguna, listrik harus melalui proses pengadaan atau dibangkitkan terlebih dulu. Salah satu metode pembangkitan listrik yang digunakan adalah dengan tenaga nuklir.

Pada artikel Bersains kali ini, L.Wilardjo akan membahas proses pembangkitan listrik dalam reaktor nuklir. Lebih spesifiknya lagi, artikel ini akan membahas reaktor termal, yang merupakan jantung dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Setelah selesai menelaah artikel ini, bisa jadi anda akan mendapat bayangan, seberapa dahsyat potensi energi yang diperoleh dari reaksi nuklir, dan juga potensi destruksi yang dihasilkannya.

Baca selengkapnya di sini.

Einstein pun Terkejut

Pada tanggal 14 September 2015, para ilmuwan “mendengar” riak selama 0,2 sekon, yang berasal dari gelombang gravitasi yang muncul 1,3 miliar tahun yang lalu, ketika terjadi benturan yang sangat dahsyat antara dua lubang hitam. Lubang hitam itu hanya berdiameter 150 km, tetapi massanya amat besar, yakni masing-masing 29 dan 36 kali lipat massa Matahari. Gelombang gravitasi itu teramat sangat pendek, sehingga untuk mendeteksinya diperlukan sistem instrumen yang kepekaan dan kesaksamaannya luar biasa. Itulah LIGO (Laser Interferometer Gravitation-wave Observatory). Detektor LIGO mampu mengukur distorsi sekecil 0,001 ukuran proton (inti atom hidrogen), padahal ukuran proton hanya sekitar 1 fermi (10^‒13 cm). Jadi distorsi yang terukur oleh LIGO itu kecilnya 10^‒18 m (sepersejutatriliun meter). Keberhasilan Tim LIGO itu diumumkan oleh Direktur Eksekutifnya, David Reitze, dan diberitakan CNN pada hari Kamis 11 Februari 2016. Brigitta Isworo Laksmi melaporkannya di Kompas, 14 Februari 2016. Apabila Einstein masih hidup, apakah ia akan terkejut dengan penemuan LIGO ini? Baca selengkapnya di sini.